Jejak Digital Elit MUI Bidang Produk Halal, Ahmad Riza Patria dan “Bau Amis” Hibah.
Nafys. Nov 24, 2021
Seword.com
Setiap channel youtube yang ingin mengambil artikel ini untuk dinarasikan, harap meminta ijin lewat email redaksi@seword.com dan membayar fee yang sesuai.
Ada yang masih ingat siapa nama Ketua MUI bidang produk halal dalam kepengurusan MUI periode tahun 2010 – 2015 lalu?
Dari situs internal MUI yang beralamat di https://mui.or.id/berita/10614/pengurus-hasil-munas-2010/
Kita mendapatkan informasi bahwa Ketua MUI bidang produk halal pada saat itu bernama KH. Amidhan.
Nama lengkap beliau adalah KH. Amidhan Shaberah. Dan beliau adalah ayah dari Ahmad Riza Patria yang merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang mendampingi Anies Baswedan saat ini.
Pada awal tahun 2014, nama Amidhan Shaberah sempat heboh setelah majalah Tempo memberitakan bahwa Amidhan “terbelit” kasus dugaan suap sertifikasi halal di luar negeri.
Presiden Halal Ceritification Authority Australia, Mohammed El-Mouelhy sempat menyanggah pernyataan ketua MUI bidang produk halal tersebut soal biaya perjalanan ke Australia pada tanggal 2-8 April 2006 silam. Dalam wawancaranya dengan majalah Tempo edisi 24 Februari - 2 Maret 2014, Amidhan mengatakan biaya peninjauan lembaga-lembaga halal itu atas biaya Kementerian Agama.
Mouelhy yang membaca wawancara itu segera mengirimkan surat elektronik kepada redaksi Tempo yang berisi bukti tiket untuk tamu-tamunya itu. Total ia mengeluarkan uang Aus$ 28.000 atau sekitar Rp 300 juta--bukan Aus$ 26.000 seperti ditulis majalah Tempo. Dalam pernyataan tersumpah di depan notaris, Mouelhy mengatakan jumlah sangu untuk Amidhan terbesar dibanding untuk yang lain.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin sempat menolak berbicara panjang lebar terkait dengan dugaan jual-beli sertifikat halal di lembaga yang baru dia pimpin dengan alasan jabatannya belum definitif.
"Saya baru ketua defenitif hingga 4 Maret nanti, jadi jangan ditanya soal itu," katanya setelah membuka Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke-28 di kampus Muhammadiyah Palembang.
Menurut Din, untuk sementara, persoalan tersebut diserahkan kepada Amidhan, yang dia sebut sebagai orang sangat tepat jika ditanya soal sertifikat halal.
"Kami serahkan semuanya pada Pak Amidhan," ujarnya.
Dan sekarang, pemerintahan DKI Jakarta berencana memberikan bantuan hibah kepada yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) dimana ketua yayasan tersebut adalah Amidhan Shaberah yang merupakan ayah kandung dari Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini.
Jadi ingat Anies Baswedan juga pernah mengatakan jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menganggarkan belanja hibah untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) sebesar Rp 63 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2018 lalu dan Bunda PAUD nya ternyata istri Anies Baswedan.
Selain yayasan PKP, Pemprov DKI Jakarta juga berencana memberikan hibah sebesar Rp 900 juta kepada Perkumpulan Bunda Pintar Indonesia yang memiliki hubungan dengan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani.
Zita memiliki pengalaman organisasi sebagai pembina organisasi Bunda Pintar Indonesia. Informasi keterlibatan Zita Anjani dalam organisasi itu tercantum di situs dprd-dkijakartaprov.go.id.
"Pengalaman organisasi pembina organisasi non-profit Bunda Pintar Indonesia," demikian bunyi situs tersebut yang dikutip Tempo.
Yang mirisnya, Ahmad Riza Patria mengatakan jika pemberian hibah Rp 900 juta kepada yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) yang berafiliasi dengan Zita Anjani, yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta punya tujuan baik.
Jika kita perhatikan susunan kepemimpinan Dewan DPRD DKI Jakarta saat ini dalam situs https://dprd-dkijakartaprov.go.id/pimpinan-dewan/
Kita bisa melihat jika Ketuanya adalah Prasetio Edi Marsudi dari PDI-P, dan 4 orang wakilnya adalah dari partai yang “pro” Anies yang sempat menolak interpelasi yaitu Mohamad Taufik (Gerindra), Abdurrahman Suhaimi (PKS), Misan Samsuri (Demokrat) dan Zita Anjani (PAN).
Gimana akal sehat kita bisa mencerna bahwa pemberian ratusan juta uang rakyat kepada yayasan yang “berkaitan” dengan Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD memiliki tujuan yang baik?
Apakah karena Zita Anjani ini “getol” membela Anies Baswedan setelah dikatakan sebagai pembohong?
Apakah karena Zita Anjani merupakan Wakil Ketua DPRD yang dulu pernah memuji dan menolak interpelasi terhadap Anies Baswedan terkait kasus Formula E?
Yang terbaru, Ketum MUI DKI Jakarta bernama Munahar Muchtar akan membentuk pasukan Cyber Army dengan nama mujahid digital untuk membela Anies Baswedan!
Ketum MUI DKI Jakarta tersebut lalu “ngeles” bahwa pasukan cyber army yang dibuat untuk membela ulama hingga Gubernur DKI Anies Baswedan tidak ada kaitannya dengan hibah Rp 10 miliar yang mereka terima setiap tahunnya.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Samsul Ma'arif mengingatkan bahwa fungsi utama ulama bukan untuk membela pemerintah tetapi sebagai kontrol terhadap kekuasaan. Beliau juga melayangkan kritik tajam kepada MUI DKI Jakarta yang berniat membentuk tim cyber army untuk membela Anies Baswedan.
“Jadi bukan pasang badan kalau ada apa-apa kita membela, bukan itu tugasnya, itu penjilat namanya," ucap Samsul.
Timbul pertanyaan sederhana dari kita sebagai rakyat biasa...
Apakah PAUD akan dianggarkan untuk mendapatkan hibah miliaran rupiah dari Pemprov DKI jika yang menjadi Bunda PAUD-nya bukan istri Anies Baswedan?
Apakah Pemprov DKI Jakarta tetap akan menganggarkan hibah kepada yayasan PKP jika ketuanya bukan ayah Wagub DKI Jakarta?
Apakah Pemprov DKI Jakarta masih mau menganggarkan hibah Rp 900 juta kepada yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) jika yayasan tersebut tidak ada hubungannya dengan Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta?
Apakah Ketua Umum MUI DKI Jakarta mau membela Anies Baswedan “berkedok” bela Ulama jika MUI DKI tidak menerima hibah Rp 10 miliar tiap tahun dari Pemprov DKI?
Sebagai orang awam, wajar kita merasa ada “bau amis” tak sedap di balik rencana pemberian hibah dari Pemprov DKI kepada pihak yang sudah disebutkan di atas.
Yang akan diberikan ke yayasan itu bukan uang pribadi milik Anies Baswedan dan Ahmad Razia Patra melainkan uang rakyat dalam bentuk APBD dan jumlahnya juga tidak kecil apalagi dalam situasi pandemi saat ini yang harusnya mempriotaskan kepentingan rakyat kecil.
Pihak Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi juga menilai seharusnya Pemprov DKI tidak menggelontorkan dana hibah ratusan juta kepada dua yayasan tersebut.
“Begitu kurang etis, sarat konflik kepentingan, dan ini bisa saja memunculkan anggapan publik, bagi-bagi anggaran dari APBD untuk keluarga. Terlebih anggarannya juga tidak sedikit," ujarnya.
Akhir kata, penulis ingin mengatakan tidak ada yang gratis dalam dunia politik dan rakyat berhak tahu kemana uang mereka dalam APBD Jakarta dihabiskan. Sungguh bahagia warga Jakarta karena Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan sangat dermawan kepada mereka yang “fakir”.
Begitu “mudahnya” menganggarkan hibah Rp 63 mliar uang rakyat kepada PAUD setelah istri Anies baswedan menjabat sebaga Bunda PAUD.
Begitu tingginya semangat pihak MUI DKI Jakarta sampai ingin membentuk pasukan cyber army yang dinamakan “mujahid digital” untuk membela Anies Baswedan karena menerima hibah Rp 10 miliar uang rakyat tiap tahun.
Jika yang membela pemerintah yang sah disebut buzzer dan dikatakan haram, lalu mujahid digital untuk membela Anies itu halal ya?
Kita juga terharu dengan pemprov DKI Jakarta yang mau memberikan hibah Rp 486 juta uang rakyat kepada yayasan yang ketuanya adalah ayah dari Wagub DKI Jakarta saat ini.
Dan semoga “perjuangan” Zita Anjani yang pernah memuji Anies Baswedan dan menolak interpelasi terkait Formula E “terbayarkan” setelah yayasan yang terkiat dengannya dianggarkan mendapatkan hibah Rp 900 juta dari Pemprov DKI.
Apakah pemberian hibah oleh Pemprov DKI Jakarta itu sebuah kebetulan tanpa ada kepentingan politik tertentu?
Silahkan menilainya sendiri...
Wassalam,
Nafys Seword.com
Tulisan sebelumnya https://seword.com/politik/nama-mui-rusak-karena-ulah-anwar-abbas-9dhIVtRAvs
Nafys. Nov 24, 2021
Seword.com
Setiap channel youtube yang ingin mengambil artikel ini untuk dinarasikan, harap meminta ijin lewat email redaksi@seword.com dan membayar fee yang sesuai.
Ada yang masih ingat siapa nama Ketua MUI bidang produk halal dalam kepengurusan MUI periode tahun 2010 – 2015 lalu?
Dari situs internal MUI yang beralamat di https://mui.or.id/berita/10614/pengurus-hasil-munas-2010/
Kita mendapatkan informasi bahwa Ketua MUI bidang produk halal pada saat itu bernama KH. Amidhan.
Nama lengkap beliau adalah KH. Amidhan Shaberah. Dan beliau adalah ayah dari Ahmad Riza Patria yang merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang mendampingi Anies Baswedan saat ini.
Pada awal tahun 2014, nama Amidhan Shaberah sempat heboh setelah majalah Tempo memberitakan bahwa Amidhan “terbelit” kasus dugaan suap sertifikasi halal di luar negeri.
Presiden Halal Ceritification Authority Australia, Mohammed El-Mouelhy sempat menyanggah pernyataan ketua MUI bidang produk halal tersebut soal biaya perjalanan ke Australia pada tanggal 2-8 April 2006 silam. Dalam wawancaranya dengan majalah Tempo edisi 24 Februari - 2 Maret 2014, Amidhan mengatakan biaya peninjauan lembaga-lembaga halal itu atas biaya Kementerian Agama.
Mouelhy yang membaca wawancara itu segera mengirimkan surat elektronik kepada redaksi Tempo yang berisi bukti tiket untuk tamu-tamunya itu. Total ia mengeluarkan uang Aus$ 28.000 atau sekitar Rp 300 juta--bukan Aus$ 26.000 seperti ditulis majalah Tempo. Dalam pernyataan tersumpah di depan notaris, Mouelhy mengatakan jumlah sangu untuk Amidhan terbesar dibanding untuk yang lain.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin sempat menolak berbicara panjang lebar terkait dengan dugaan jual-beli sertifikat halal di lembaga yang baru dia pimpin dengan alasan jabatannya belum definitif.
"Saya baru ketua defenitif hingga 4 Maret nanti, jadi jangan ditanya soal itu," katanya setelah membuka Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke-28 di kampus Muhammadiyah Palembang.
Menurut Din, untuk sementara, persoalan tersebut diserahkan kepada Amidhan, yang dia sebut sebagai orang sangat tepat jika ditanya soal sertifikat halal.
"Kami serahkan semuanya pada Pak Amidhan," ujarnya.
Dan sekarang, pemerintahan DKI Jakarta berencana memberikan bantuan hibah kepada yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) dimana ketua yayasan tersebut adalah Amidhan Shaberah yang merupakan ayah kandung dari Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini.
Jadi ingat Anies Baswedan juga pernah mengatakan jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menganggarkan belanja hibah untuk pendidikan anak usia dini (PAUD) sebesar Rp 63 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2018 lalu dan Bunda PAUD nya ternyata istri Anies Baswedan.
Selain yayasan PKP, Pemprov DKI Jakarta juga berencana memberikan hibah sebesar Rp 900 juta kepada Perkumpulan Bunda Pintar Indonesia yang memiliki hubungan dengan Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani.
Zita memiliki pengalaman organisasi sebagai pembina organisasi Bunda Pintar Indonesia. Informasi keterlibatan Zita Anjani dalam organisasi itu tercantum di situs dprd-dkijakartaprov.go.id.
"Pengalaman organisasi pembina organisasi non-profit Bunda Pintar Indonesia," demikian bunyi situs tersebut yang dikutip Tempo.
Yang mirisnya, Ahmad Riza Patria mengatakan jika pemberian hibah Rp 900 juta kepada yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) yang berafiliasi dengan Zita Anjani, yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta punya tujuan baik.
Jika kita perhatikan susunan kepemimpinan Dewan DPRD DKI Jakarta saat ini dalam situs https://dprd-dkijakartaprov.go.id/pimpinan-dewan/
Kita bisa melihat jika Ketuanya adalah Prasetio Edi Marsudi dari PDI-P, dan 4 orang wakilnya adalah dari partai yang “pro” Anies yang sempat menolak interpelasi yaitu Mohamad Taufik (Gerindra), Abdurrahman Suhaimi (PKS), Misan Samsuri (Demokrat) dan Zita Anjani (PAN).
Gimana akal sehat kita bisa mencerna bahwa pemberian ratusan juta uang rakyat kepada yayasan yang “berkaitan” dengan Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD memiliki tujuan yang baik?
Apakah karena Zita Anjani ini “getol” membela Anies Baswedan setelah dikatakan sebagai pembohong?
Apakah karena Zita Anjani merupakan Wakil Ketua DPRD yang dulu pernah memuji dan menolak interpelasi terhadap Anies Baswedan terkait kasus Formula E?
Yang terbaru, Ketum MUI DKI Jakarta bernama Munahar Muchtar akan membentuk pasukan Cyber Army dengan nama mujahid digital untuk membela Anies Baswedan!
Ketum MUI DKI Jakarta tersebut lalu “ngeles” bahwa pasukan cyber army yang dibuat untuk membela ulama hingga Gubernur DKI Anies Baswedan tidak ada kaitannya dengan hibah Rp 10 miliar yang mereka terima setiap tahunnya.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Samsul Ma'arif mengingatkan bahwa fungsi utama ulama bukan untuk membela pemerintah tetapi sebagai kontrol terhadap kekuasaan. Beliau juga melayangkan kritik tajam kepada MUI DKI Jakarta yang berniat membentuk tim cyber army untuk membela Anies Baswedan.
“Jadi bukan pasang badan kalau ada apa-apa kita membela, bukan itu tugasnya, itu penjilat namanya," ucap Samsul.
Timbul pertanyaan sederhana dari kita sebagai rakyat biasa...
Apakah PAUD akan dianggarkan untuk mendapatkan hibah miliaran rupiah dari Pemprov DKI jika yang menjadi Bunda PAUD-nya bukan istri Anies Baswedan?
Apakah Pemprov DKI Jakarta tetap akan menganggarkan hibah kepada yayasan PKP jika ketuanya bukan ayah Wagub DKI Jakarta?
Apakah Pemprov DKI Jakarta masih mau menganggarkan hibah Rp 900 juta kepada yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) jika yayasan tersebut tidak ada hubungannya dengan Zita Anjani, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta?
Apakah Ketua Umum MUI DKI Jakarta mau membela Anies Baswedan “berkedok” bela Ulama jika MUI DKI tidak menerima hibah Rp 10 miliar tiap tahun dari Pemprov DKI?
Sebagai orang awam, wajar kita merasa ada “bau amis” tak sedap di balik rencana pemberian hibah dari Pemprov DKI kepada pihak yang sudah disebutkan di atas.
Yang akan diberikan ke yayasan itu bukan uang pribadi milik Anies Baswedan dan Ahmad Razia Patra melainkan uang rakyat dalam bentuk APBD dan jumlahnya juga tidak kecil apalagi dalam situasi pandemi saat ini yang harusnya mempriotaskan kepentingan rakyat kecil.
Pihak Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi juga menilai seharusnya Pemprov DKI tidak menggelontorkan dana hibah ratusan juta kepada dua yayasan tersebut.
“Begitu kurang etis, sarat konflik kepentingan, dan ini bisa saja memunculkan anggapan publik, bagi-bagi anggaran dari APBD untuk keluarga. Terlebih anggarannya juga tidak sedikit," ujarnya.
Akhir kata, penulis ingin mengatakan tidak ada yang gratis dalam dunia politik dan rakyat berhak tahu kemana uang mereka dalam APBD Jakarta dihabiskan. Sungguh bahagia warga Jakarta karena Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan sangat dermawan kepada mereka yang “fakir”.
Begitu “mudahnya” menganggarkan hibah Rp 63 mliar uang rakyat kepada PAUD setelah istri Anies baswedan menjabat sebaga Bunda PAUD.
Begitu tingginya semangat pihak MUI DKI Jakarta sampai ingin membentuk pasukan cyber army yang dinamakan “mujahid digital” untuk membela Anies Baswedan karena menerima hibah Rp 10 miliar uang rakyat tiap tahun.
Jika yang membela pemerintah yang sah disebut buzzer dan dikatakan haram, lalu mujahid digital untuk membela Anies itu halal ya?
Kita juga terharu dengan pemprov DKI Jakarta yang mau memberikan hibah Rp 486 juta uang rakyat kepada yayasan yang ketuanya adalah ayah dari Wagub DKI Jakarta saat ini.
Dan semoga “perjuangan” Zita Anjani yang pernah memuji Anies Baswedan dan menolak interpelasi terkait Formula E “terbayarkan” setelah yayasan yang terkiat dengannya dianggarkan mendapatkan hibah Rp 900 juta dari Pemprov DKI.
Apakah pemberian hibah oleh Pemprov DKI Jakarta itu sebuah kebetulan tanpa ada kepentingan politik tertentu?
Silahkan menilainya sendiri...
Wassalam,
Nafys Seword.com
Tulisan sebelumnya https://seword.com/politik/nama-mui-rusak-karena-ulah-anwar-abbas-9dhIVtRAvs
0 Comments:
Posting Komentar