Ambyar! Jidat Anies Sudah Berstempel Permanen Dekat Ekstrimis
ANTON CAHAYA - SEWORD
Sejarah perpolitikan tanah air mencatat hanya di era Gus Dur partai berbasis agama Islam yang mampu melahirkan sosok pemimpin hingga kursi 1 RI. Itu pun saat itu pemilihan presiden ditentukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) belum mengadopsi sistem pemilihan langsung oleh rakyat.
Saat itu ada istilah poros tengah yang digawangi oleh Amien Rais. Dan Amien Rais sendiri saat itu sebagai Ketua MPR RI (1999-2004) dan kemudian digantikan Hidayat Nur Wahid (PKS). Di masa itu partai-partai yang bersasis agama Islam cukup dominan.
Dan belakangan Amien Rais juga yang pada akhirnya memiliki peran besar atas lengsernya Gus Dur. Jiwa besar terpancar. Saat itu Gus Dur mengalah dari pada ada pertumpahan darah sesama anak bangsa. Nah, sebagai daya tawar sampai saat ini Amien Rais pada akhirnya terlunta-lunta sebagai politikus. Terusir dari PAN yang ia dirikan. Kalau Gus Dur mengatakan sebagai "gelandangan politik". Sebuah kalimat yang menjadi nyata.
Setelah era Gus Dur tak terlihat lagi partai-partai yang berbasis agama mampu unjuk gigi. Padahal jika saja mereka mau bersatu cukup besar massanya. Partai basis agama antara lain: PKB, PPP, PKS, PAN, PBB dan partai gurem lainnya.
Tapi kendati berbasis agama, ada perbedaan ideologi diantara mereka, terutama PKS yang pendirinya Yusuf Supendi mengakui jika mereka adalah gerakan Ikhwanul Muslimin dari Mesir. Sumber
Sementara Ikhwanul Muslimin sendiri di Mesir masuk gerakan yang sudah dilarang karena dikategorikan masuk kelompok teroris. Sementara di Indonesia menjadi sebuah partai. Amazing. Jadi jangan heran jika "mereka' akrab dengan komentar miring terkait teroris.
Pada pilpres 2004, 2009, yang kesemuanya dimenangkan oleh SBY partai-partai Islam merapat. Di era SBY, PKS mencapai peak performance. Di era rezim inilah ormas-ormas kelompok ekstremis tumbuh subur Bayangkan saja selama 10 tahun SBY seperti menggelar karpet merah untuk mereka. Kelompok khilafah makin mencengkeram kuat saat itu. Menghina Pancasila dan UUD 45 sedemikian rupa. GBK dipenuhi yel-yel anti pemerintah oleh ratusan simpatisannya. Di era siapa? SBY, Jendral dengan tubuh tambun itu.
Bermacam-macam organisasi berhaluan ekstremis yang semula seupil tumbuh menjadi besar dan bengis. Kelompok khawarij dan wahabi pun turut bertumbuh. Kini efeknya menjadi musuh bersama di bumi nusantara yang beraneka ragam warnanya.
Jika begitu bolehkan kita salahkan SBY yang telah lemah dan lunak pada mereka, demi kepentingan langgengkan kekuasaan? Silahkan jawab dengan hati dan otak yang tenang. Abaikan kalimat mereka yang sedikit-sedikit teriakkan, "Thogut! bid'ah! kafir! haram! takbir! PKI! dan lain sebagainya."
Setelah Prabowo Subianto gagal dijadikan batu loncatan dan pijakan selama satu dasawarsa, kini kelompok mereka mulai bergeser dan melirik Anies Baswedan. Anies dipandang lebih menjanjikan sebagai sosok yang dapat merepresentasikan rasa sakit hati yang tak kunjung sembuh. Dikalahkan oleh Jokowi yang 55% rakyat Indonesia begitu mencintainya.
Anies Baswedan adalah harapan bagi kelompok ekstremis dan turunannya tersebut. Tokoh-tokoh di luar partai oposisi yang berasal dari latar belakang Ustad, pengamat, pejabat yang dipecat tiba-tiba menjadi idola kelompok yang membenci Jokowi.
Jadi tak perlu mengelak jika Anies Baswedan didukung oleh kelompok ekstremis yang tumbuh subur di tengah masyarakat bawah. Dan ini sudah tercatat oleh semesta. Anies Baswedan yang saat Pilgub DKI Jakarta gunakan kelompok mereka tak akan mungkin hilang begitu saja dari ingatan rakyat seluruh Indonesia.
Masih lekat ingatan rakyat jika Anies itu sosok yang jahat. Sebab menggunakan agama dan politik identitas untuk menghabisi Ahok.
Jadi jangan heran jika kemudian siklus sekarang mengarah ke Anies Baswedan. Sebagai karma. Dan pada akhirnya ia juga akan dihabisi oleh rakyat Indonesia yang suka cintai damai dan memelihara keragaman.
Meski Anies, dalang serta relawannya yang kemecer jabatan itu mencoba mengarahkan ke kelompok Islam yang tumbuh di Nusantara seperti NU dan merapat ke kelompok nasionalis, Anies tetap tak akan mampu mengikis kerak dan stempel yang sudah menempel di jidatnya secara permanen.
Bukan rakyat Indonesia yang bengis tapi itulah hukuman yang bakal Anies dan pemujanya terima. Jangan pernah main-main dengan rakyat Indonesia. Jadi keliru besar dan cenderung bodoh para pendukungnya yang mengumbar benci pada Jokowi. Data dan fakta sudah jelas Jokowi didukung "silent majority" yang tak suka jumpalitan di sosial media. Mereka lebih suka mengeksekusinya di TPS. Dan itu jauh lebih menyakitkan. Membungkam euforia dan sujud syukur yang sudah terlanjur.
Bagaimana menurut Anda?
Demikian, salam
0 Comments:
Posting Komentar