Tampilkan postingan dengan label Sindikat Kriminal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sindikat Kriminal. Tampilkan semua postingan

Rabu, 08 September 2021

Kalkulasi Daya Rusak Varian Kadrun Sangat Besar Semenjak Pandemi Covid-19, Kadrunis Ideot Ini Terus Berkiprah Menyesatkan Rakyat, Sungguh Mengenaskan.

*Kalkulasi Daya Rusak Varian Kadrun Sangat Besar Semenjak* 
Pandemi Covid-19, Kadrunis Ideot Ini Terus Berkiprah* 
*Menyesatkan Rakyat, Sungguh Mengenaskan.*

"Daya rusak varian kadrun dalam pandemi Covid-19 sangat besar, terbukti banyak kelompok masyarakat menolak vaksin karena percaya akan hasutan kadrun di Media Sosial. Sebut saja di Sumenep Madura, pada sebuah sekolah negeri para peserta didik menolak hadir kegiatan vaksinasi karena terpengaruh fitnah kadrun di media sosial. Konten fitnah memang laku keras di Madura", Firman Syah Ali,penulis artikel ini.

Sangat menarik,mari ikuti narasi berikut di bawah ini secara tuntas, perlu sekali Brooo.

Kadrun adalah singkatan dari kadal gurun, julukan yang biasanya disebutkan secara dikotomis dengan NKRI. Kadal gurun dimaksudkan sebagai sekelompok masyarakat yang bercita-cita ingin menggurunpasirkan tanah nusantara nan subur makmur dan damai. Komunitas inti Kadrun terdiri dari barisan anti Daulah NKRI dan  pro Daulah  Khilafah, di lingkar yang lebih luar lagi termasuk barisan sakit hati atau residu pilpres dan masyarakat awam yang jadi korban para buzzer anti NKRI. Kelompok anti Jokowi ikut serta dalam lingkaran kadrun, mereka bisa jadi tidak anti NKRI namun punya kesamaan aksi dengan kelompok anti NKRI. Satu aksi beda agenda.

Varian Kadrun dalam pandemi Covid-19 sudah muncul sejak kemunculan SARS-Cov-2 Wuhan di Cina pada tahun 2019. Begitu SARS-Cov-2 muncul, salah seorang propagandis Kadrun berceramah dengan mata melotot bahwa virus corona diturunkan oleh Allah SWT sebagai azab terhadap komunis cina dan bantuan terhadap muslim uyghur. Tak berapa lama dari ceramahnya, provokator ini harus menanggung malu karena virus corona juga menyerang Uighur bahkan bergerak ke Mekkah, pusat spriritualitas kaum muslimin sedunia. Namun sang propagandis khilafah bertubuh kurus ini tetap tidak merasa malu dan terus berceramah di youtube. Kadrun jelas tetap memuliakannya.

Setelah SARS-Cov-2 mendunia dan ditetapkan sebagai pandemi serta masuk ke Indonesia, kadrun tiada henti menyebarkan banyak berita bohong dan hasutan tentang Corona. Inti dari semua konten hoax dan provokasi tersebut adalah ingin membangun opini bahwa :

1. Virus Covid-19 tidak ada, itu semua hanya rekayasa Jokowi dan cina komunis untuk hancurkan umat islam dan pribumi Indonesia;
2. Vaksinasi adalah politik cina komunis berupa pembunuhan massal terhadap umat islam dan pribumi Indonesia. Karena semua ulama yang disuntik vaksin akan mati dua tahun lagi;
3. PPKM adalah politik cina komunis untuk membunuh pribumi dan umat islam indonesia melalui ekonomi. Dengan PPKM maka pribumi dan umat islam Indonesia akan mati kelaparan;
4. PPKM berkepanjangan merupakan skenario cina komunis untuk menjauhkan umat Islam dan pribumi Indonesia dari Masjid, sehingga di akhir PPKM mereka sudah lupa akan Masjid dan terbiasa sholat di rumah. Masjid adalah tempat yang paling ditakuti oleh cina komunis.

Itulah empat poin utama yang ingin mereka bangun dari semua varian hoax dan hasutan yang mereka sebarkan. Sampai detik ini kita tidak tau siapa sebenarnya yang mereka maksud sebagai cina komunis, dan kenapa selalu dikaitkan dengan Jokowi. Kalau yang mereka maksud adalah RRC, sesungguhnya RRC bekerja sama dengan banyak kepala negara pujaan para kadrun, antara lain kepala negara Saudi Arabia, pemimpin Taliban Afghanistan, Kepala negara Turki dan lain-lain. 

Tapi kita tidak kaget, karena sejak sebelum 2014, Jokowi memang mereka tuduh sebagai komunis, syiah, liberal, yahudi, kapitalis, zionis, freemason, kafir, PKI dll. Sangat konyol ada seorang tokoh komunis sekaligus merangkap sebagai tokoh liberal kapitalis. Ini betul-betul naif tapi yang berbicara seperti itu dianggap orang alim dan dicium tangannya oleh massa kadrun.

Yang terbaru para buzzer kadrun di media sosial sibuk menyebarluaskan video Sultan Brunei Darussalam yang tidak menerapkan protokol kesehatan dinegaranya, namun rakyat Brunei selamat dari Covid-19. Video-video tersebut tentu saja dilengkapi dengan narasi cuplikan-cuplikan dalil yang tentu saja disalahgunakan dan disalahtafsirkan. Hanya selang beberapa hari langsung viral ledakan corona di Brunei Darussalam dengan angka 1000 persen. Namun tentu saja kadrun tidak merasa malu, mereka masih terus percaya diri menyebarkan kekonyolan-kekonyolan berikutnya.

SEBERAPA BESAR DAYA RUSAKNYA?

Kejadian di Sumenep Madura itu tentu saja hanya contoh, sebab di daerah lain di Indonesia kejadiannya diduga tidak jauh beda.

Begitupun aksi penolakan terhadap PPKM banyak diinspirasi oleh media sosial. Narasi-narasi yang mereka kemukakan saat aksi sama persis dengan yang beredar secara viral di media sosial.


BAGAIMANA TINDAKAN PEMERINTAH?

Pemerintah RI menerapkan restorative justice terhadap mereka, tentu saja pendekatannya pre-emtif dan preventif. Sepanjang masih bisa dicegah dan dibina, maka tidak dilakukan represi. Represi hanya dilakukan jika daya rusaknya luar biasa dan itupun harus dilakukan secara presisi, cepat tepat dan terukur.

Pemerintah tidak bekerja sendirian dalam menghadapi Covid-19 Varian Kadrun, pemerintah bersinergi dengan simpul-simpul masyarakat terutama simpul keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, SI, LDII, DDII, MUI, PHDI, dll.

Besar harapan kita sinergitas pemerintah dengan simpul-simpul masyarakat ini akan efektif dalam menyelamatkan bangsa Indonesia dari Varian Covid-19 non biologis tersebut.
Oleh : Firman Syah Ali
Arsip.Topsekali.com

Jumat, 03 September 2021

Jalan Suharto Berdarah-Darah Menuju Istana, Tampuk Pimpinan Republik Indonesia, Apakah Memang Harus Begitu Untuk Mendapatkan Tampuk Kekuasaan

Jalan Suharto Berdarah-Darah Menuju Istana, Tampuk Pimpinan
 Republik Indonesia, Apakah Memang Harus Begitu 
Untuk Mendapatkan Tampuk Kekuasaan

"Miskin imajinasi itu pula yang menjadikan para purnawirawan Jenderal tidak memiliki kreativitas dalam menciptakan ruang pengabdian baru pascapensiun. Selama ini ada pernyataan klise: purnawirawan tidak mengenal istilah "pensiun” dalam mengabdi kepada bangsa dan negara. Statemen ini kemudian ditafsirkan mereka sendiri secara sempit, bahwa mengabdi itu artinya tetap dalam lingkaran kekuasaan. Ini seolah jebakan bagi para purnawirawan jenderal, mereka terkurung dalam asumsi yang mereka bangun sendiri.",Aris Santoso

Dalam menyingkirkan lawan-lawannya adalah, Soeharto sangat canggih dan kaya akan imajinasi. 

SUHARTO - JALAN DARAH MENUJU ISTANA
Cara Soeharto Menyingkirkan Para Pesaingnya
Prajurit Tak Bertuan

Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. 
Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.

Simbolis

Sesaat setelah memperoleh Supersemar, Soeharto secara bertahap mulai menyingkirkan lawan-lawan politik di militer, yang sekiranya berpotensi menghambat hasrat Soeharto untuk berkuasa. Salah satu jenderal yang masuk daftar untuk segera disingkirkan adalah, adalah Mayjen Ibrahim Adjie (Panglima Siliwangi), seorang jenderal yang dikenal sangat setia pada Soekarno.

Dari sekian banyak jenderal Soekarnois, Ibrahim Adjie perlu diberi catatan khusus.
Mungkin karena karismanya yang demikian besar,  Soeharto tampak hati-hati dalam memperlakukan Ibrahim Adjie. Beda cara dengan jenderal-jenderal lain, yang disingkirkan secara tertutup, khusus terhadap Ibrahim Adjie, Soeharto  menyempatkan turun  sendiri ke "lapangan”.

Soeharto menyingkirkan Ibrahim Adjie dengan sangat halus, dan cenderung simbolik. 
Pada 20 Mei 1966, jadi hanya dua bulan setelah menerima Supersemar, Soeharto (selaku KSAD) meresmikan berdirinya Brigade Infanteri 17/Kujang I di Bandung, satuan baru di bawah Kodam VI/Siliwangi. 
Dalam peresmian satuan tersebut  Mayjen Ibrahim Adjie (Pangdam Siliwangi) dan Brigjen HR Dharsono (Pak Ton, Kasdam Siliwangi) juga hadir, selaku pimpinan kodam dengan nama besar tersebut.
Upacara tersebut seolah merupakan "salam perpisahan” bagi Ibrahim Adjie, sebab tepat sebulan kemudian, dirinya dicopot selaku Panglima Siliwangi, untuk digantikan  HR Dharsono. 
Kesan satire bagi Ibrahim Adjie semakin terasa, ketika yang dilantik sebagai komandan pertama Brigif 17 adalah Letkol Inf Himawan Soetanto. Himawan adalah perwira yang dibesarkan Siliwangi, namun dikemudian hari dikenal sangat setia pada Soeharto, yang notabene adalah bagian dari rumpun Diponegoro.

Upacara hari itu juga ingin menegaskan, bahwa kini Kodam Siliwangi tak lagi dominan, sebagaimana citra yang berkembang sebelumnya. Soeharto sebagai bagian dari rumpun (Kodam) Diponegoro, sudah menunjukkan eksistensinya sebagai "raja” baru di Angkatan Darat. Sebab selama ini ada kesan, Kodam Diponegoro selalu berada di bawah bayang-bayang Kodam Siliwangi.
Dominasi Soeharto terhadap Kodam Siliwangi semakin terlihat, ketika dia pada akhirnya juga menyingkirkan HR Dharsono (Pak Ton), sekitar dua tahun kemudian. 
Kebersamaannya bersama Pak Ton ternyata hanya seumur jagung. Pak Ton disingkirkan setelah bersekutu sejenak guna menyingkirkan Ibrahim Adjie, dan unsur Soekarnois lainnya di Siliwangi.


Kedekatan dengan  Soedirman

Cara lain yang biasa dilakukan Soeharto untuk menyingkirkan lawannya adalah dengan menghambat karier perwira bersangkutan, salah satu yang bisa disebut adalah Suadi Suromihardjo (terakhir berpangkat Mayjen). 
Sama dengan Ibrahim Adjie, Suadi juga dikenal sebagai Soekarnois, sebuah istilah yang merujuk pada perwira yang dianggap setia pada Soekarno.
Hubungan antara Soeharto dengan Suadi terbilang unik, mengingat keduanya sama-sama dari rumpun Diponegoro, hanya karena faktor politik, perjalanan karir keduanya  bersimpang jalan. Sejak dulu karier seorang perwira adalah misteri, dimana soal nasib tak dapat diramalkan, begitulah yang terjadi pada Suadi dan Soeharto. Keduanya sama-sama lahir tahun 1921, dan sama-sama pula memiliki kedekatan dengan Panglima Soedirman.

Dalam kasus Suadi memang ganjil, karena Suadi dipinggirkan, berdasarkan alasan keterkaitannya dengan Peristiwa Madiun 1948. Kenapa baru dipersoalkan pasca-Peristiwa 1965? Jadi ada tumpang-tindih argumentasi pada kasus eliminasi Suadi, yakni antara Madiun 1948 dan Peristiwa 1965.

Mengapa penyingkiran terhadap Suadi terkesan mulus? Saya kira justru disebabkan adanya kedekatan khusus antara Suadi dan Soeharto sejak lama. Seperti bunyi peribahasa lama, hati orang siapa tahu. Keduanya dikenal sebagai perwira yang sangat dekat Panglima Soedirman, Overste Suadi adalah Komandan Pasukan Kawal Soedirman saat melaksanakan perjalanan gerilya yang monumental itu. Sementara Overste (Letkol) Soeharto yang menjemput Soedirman, untuk sama-sama kembali ke Jogja pasca-perang kemerdekaan.
Sedikit mundur ke belakang, Suadi pula yang mendampingi Soeharto dalam memonitor kondisi Madiun usai peristiwa September 1948, sekitar tanggal 19 atau 20 September 1948. 
Soeharto turun langsung ke lapangan berdasar perintah Jenderal Soedirman. Namun di kemudian hari, kebersamaan keduanya di Madiun, justru dijadikan alasan Soeharto, bahwa Suadi dianggap terlibat Peristiwa Madiun 1948.

Miskin Imajinasi

Pelajaran yang bisa kita petik dari gaya Soeharto dalam menyingkirkan lawan-lawannya adalah, Soeharto sangat canggih dan kaya akan imajinasi.

Benar, soal imajinasi inilah yang tidak kita dapatkan dari elite militer generasi sekarang, dalam mencari cara untuk mengatasi konflik. Karena tidak adanya imajinasi, sehingga perwujudannya terkesan kacau, seperti kerusuhan di Jakarta baru-baru ini.

Seperti telah dikabarkan media, bagaimana mungkin seorang perwira sekelas Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsuddin bersedia turun ke lapangan untuk bergabung dengan para demonstran. Ikut turunnya Sjafrie hari itu bisa dibaca sebagai "terjun bebas” bagi seorang jenderal. Masih segar dalam ingatan kita, ketika Sjafrie ditunjuk sebagai Wakil Ketua Umum Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC), jadi Sjafrie adalah wakil dari Erick Thohir. Dengan kata lain, rezim Jokowi masih memberi kepercayaan pada Sjafrie saat itu.
Dalam hitungan bulan, Sjafrie sudah turun ke jalan, lalu apa yang dicari Sjafrie? Saya kira Sjafrie adalah representasi dari kelompok purnawirawan yang tidak mau belajar dari Soeharto. Para purnawirawan itu kurang sabar, mereka menjadi limbung ketika tak lagi berkuasa. Bandingkan dengan Soeharto yang sangat mulus dan rapih dalam menyingkirkan lawan-lawannya. Seperti ketika Soeharto menyingkirkan Suadi, itu baru dilakukan Soeharto pada awal tahun 1970-an, padahal Soeharto sudah berkuasa penuh sejak 1966.

Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD.
ARSIP.TOPsekali.com

Jumat, 27 Agustus 2021

Apakah Anda Mengetahui Kalau Diberi Senjata, FPI Itu Lebih Sadis Dari Taliban, Baca Narasi Berikut ini.

Gambar Ilustrasi saja

"FPI dan Taliban sama sama sama selalu meneriakan penegakan Islam secara kaffah, bercita cita menjadikan negara makmur dinaungi satu pemimpin atau kholifah yang amanah dari kelompok mereka walapun faktanya di lapangan sering kita dapati antara tujuan dan realitas sangat berbeda.",Ken Setiawan

Ken Setiawan: Jika Diberi Senjata, FPI Lebih Sadis Dari Taliban.

Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan mengatakan FPI dan Taliban sejatinya akidahnya bagus yaitu ahlusunah waljamaah, tapi karena para pimpinan mereka salah bergaul dan terkontaminasi dengan kelompok salafi wahabi seperti kalau di Indonesia ada HTI dan Ikhwanul Muslimin Indonesia yang akhirnya secara wawasan kebangsaan mereka turut berubah menjadi radikalisme atas nama agama.

Untuk diketahui bahwa fakta hampir semua teroris di Indonesia itu berideologi latar belakang NII dan Salafi Wahabi, Jelas Ken.

Bagi mereka, dalam bernegara harus menggunakan syariat Islam atau hukum Islam. Bila tetap pakai hukum KUHP yang bersumber dari Pancasila maka mereka akan tetap memerangi pemerintahan siapapun presidennya. Jelas Ken.

Apa itu radikalisme atas nama agama ? Menurut Ken, itu merupakan sebuah paham keagaman atau pemikiran orang suatu kelompok yang kecewa terhadap kondisi pemerintah saat saat ini karena menganggap pemerintahan dan produk hukum dianggap tidak berhukum Islam,  dan mereka ingin merubahnya dengan cara yang keras dan drastis tanpa mengikuti prosedur hukum dan konstitusi.

FPI dan Taliban sama sama sama selalu meneriakan penegakan Islam secara kaffah, bercita cita menjadikan negara makmur dinaungi satu pemimpin atau kholifah yang amanah dari kelompok mereka walapun faktanya di lapangan sering kita dapati antara tujuan dan realitas sangat berbeda.

Kedua kelompok ini sama sama menggunakan politisasi agama,  tukang sweping, bedanya taliban sweping pakai senjata langsung eksekusi, kalau FPI sweping dan demo pakai pentungan saja, kalau dipegangin senjata api seperti Taliban, Ken menyebut FPI akan lebih sadis, dan faktanya banyak pengurus dan anggota FPI ditangkap densus 88 dengan tuduhan pasal terorisme.

Politisasi agama yang ketara banget oleh kelompok FPI dan pelindungnya adalah pilgub beberapa dearah di Indonesia, sebagai muslim, Ken merasa malu karena mereka menggunakan cara cara kotor, sampai sampai tempat ibadah dan jenazah pendukung paslon berbeda tidak boleh disholatkan di masjid tertentu, ini sudah kelewatan, Ujar Ken.

Tapi Ken mengpresiasi kebaikan dan kesantunan salah satu pemimpin hasil politisasi agama tersebut, walaupun dengan anggaran trilyunan rupiah tapi tidak pernah pamer hasil dan prestasinya, walaupun kelebihan bayar dan beberapa proyek juga tidak pernah menagihnya, ini kan luar biasa. Kalau jadi Presiden keren kayaknya, karena dilihat dia berambisi jadi Presiden. saya tidak sebut nama loh, Ujar Ken.

Ken mengapresiasi organisasi FPI dan HTI di Indonesia sudah dibubarkan oleh pemerintah, walaupun mereka metamorfosa dengan nama nama organisasi yang baru, paling tidak sudah ada keseriusan dalam menindak ormas radikal yang meresahkan tersebut. Mereka itu ibarat ganti baju, tapi tidak mandi, jadi bau dan keberadaan nya masih ada dan terasa.

Aktor intelektual dibelakang layar dengan istilah 3C yang jelas tidak akan diam membiarkannya. Siapa mereka, cari jawaban sendiri. Tegas Ken.

Menurut Ken, pemerintah perlu membuat regulasi yang melarang dan menindak organisasi atau kelompok pengusung khilafah di Indonesia, Khilafah itu kan sama saja dengan membuat pemerintahan dan pemimpin baru didalam sebuah negara, itu sama saja makar.

Selama ini kelompok pengasong khilafah ini masih bebas menyebarkan pahamnya atas nama demokrasi dan kebebasan berpendapat, ini kelemahannya karena belum ada regulasi yang mengatur tentang pelarangan mereka. Jelas Ken.

NKRI sudah final dengan Pancasila dan keberagaman dalam Bhineka Tunggal Ika, jangan otak atik dan ganti dengan ideologi lain kalau tetap ingin aman, damai dan kondusif. 

Sementara ini menurut Ken, kelompok dan pendukung radikal cenderung aktif dan dapat panggung dimana mana, sementara yang mayoritas moderat nasionalis diam membiarkanya, jika yang waras diam, maka kelompok Taliban Indonesia ini tidak mustahil akan berkuasa. Tutup Ken.

Source : https://kontraradikal.com/2021/08/23/ken-setiawan-jika-diberi-senjata-fpi-lebih-sadis-dari-taliban/
Arsip.Topsekali.com

Minggu, 15 Agustus 2021

Di Dalam Catur Politik, Sering Menghalalkan Segala Cara, Tipu Menipu,Bunuh Membunuh Dengan Senyap, Gaya Mafioso.

*SINDIKAT KRIMINAL, Sangat Mungkin Terjadi, Tapi Ingat DIMATA SANG PENCIPTA DALAM PENGADILAN TERAKHIR TIDAK ADA YANG BISA DISEMBUNYIKAN.*
Dalam satu diskusi dengan teman di lounge executive ritz, teman berkata. Percaya engga kamu. Bahwa politik bisa dioperasikan dengan cara mafia, gangster. Dalam kasus Century Gate, Sity Chalimah Fadjriah meninggal karena stroke di saat kehadirannya sangat diperlukan sebagai saksi kunci pengucuran dana ke bank century. Ketika itu jabatannya sebagai deputi BI Bidang pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah. Yang jelas kita tahu laporan resmi nya begitu. Apa iya? Karena itu, pemain kunci kasus century tidak tersentuh.

Dalam kasus Hambalang, ada empat orang saksi kunci yang meninggal saat proses penyidikan yaitu, Muchayat ( Deputi Meneg BUMN ). Asep Wibowo ( Direktur operasional PT. Methapora), Ikuten Sinulingga ( Direktur operasi Wika ) yang tewas jatuh dari jembatan penyeberangan di cawang dan Arif Gunawan. Apa semua kebetulan ? Kasus itu terpusat hanya kepada Nazarudin, dll yang tidak bisa menyentuh pelaku kunci.

Kasus IT PEMILU dimana Nasrudin saksi kunci ditembak dalam perjalanan pulang kerumah. Dan terakhir kasus EKTP , Johannes Marliem yang meninggal oleh pembunuh bayaran di AS. Anggota FBI yang datang menyidik dihentikan oleh NSA. Padahal kalau mereka tidak terbunuh, kasus itu akan bisa membuka pemain kunci. Dengan meninggalnya mereka yang jadi tersangka hanya terbatas kepada mereka yang tidak terhubung dengan pelaku kunci 

Saksi atau tersangka meninggal disaat keberadaan mereka sangat diperlukan untuk mengungkapkan mega skandal. Mengapa mereka meninggal? Tidak bisa dibuktikan secara hukum itu adalah pembunuhan dan lagi tidak ada investigasi soal kematian itu. Jadi benar benar gaya kerjanya sudah seperti Mafia , destroy and Clean up.  Yang kita syukuri di era Jokowi cara seperti itu tidak ada lagi. Kerena dia dan keluarganya memang menjauh dari politik lendir.
EJB.
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India