*Kenaikan PPN Tidak Bisa Dianggap Sekadar "Hanya 1%"*
*Penulis Oleh : Agustinus Edy Kristianto, (pemerhati ekonomi).*
Kenaikan PPN tidak bisa dianggap sekadar "hanya 1%" (dari 11% ke 12%). Tidak pula bisa seenaknya diklaim bahwa hasilnya nanti akan kembali ke rakyat dalam bentuk bansos dan subsidi.
Menurut saya, pejabat pemerintah yang mengeluarkan pernyataan semacam itu logikanya berantakan, berpotensi menyesatkan, menghina akal sehat, dan merendahkan martabat rakyat—terlebih lagi jika alasan yang digunakan adalah bansos.
Kenaikan tarif PPN tidak berdiri sendiri. Oleh sebab itu, tidak bisa disebut "hanya naik 1%."
Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa jika PPN naik 1%, harga barang dan jasa di tangan konsumen bisa ikut melambung hingga 30%.
Kenapa? Karena ada banyak variabel lain yang saling berkaitan, seperti kenaikan harga bahan baku yang juga terkena PPN, inflasi, upah tenaga kerja, hingga biaya logistik dan pengiriman.
Argumen "toh nanti akan kembali ke rakyat sebagai bansos dan subsidi" adalah bentuk manipulasi data—atau dalam istilah lain, "cara berbohong dengan statistik."
Pernyataan itu menutupi fakta penting lainnya:
- Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2025 yang disusun oleh Kementerian Keuangan sendiri, alokasi belanja bansos hanya Rp152,6 triliun.
- Bandingkan dengan belanja pegawai (gaji, tunjangan, dll.) yang mencapai Rp513,2 triliun;
- Pembayaran bunga utang (dalam dan luar negeri) Rp552,8 triliun.
Ini artinya, anggaran negara jauh lebih banyak dialokasikan untuk melantik pejabat, menggaji pegawai, dan membayar utang daripada untuk bansos.
Jadi, wahai pejabat Kemenkeu, berhentilah berargumen bahwa kenaikan PPN akan kembali ke rakyat. Itu hanyalah setengah kebenaran yang menyesatkan.
Kenyataannya, beban keuangan negara justru lebih banyak berasal dari hal-hal seperti kabinet yang gemuk akibat banyaknya kursi yang harus dibagi kepada anggota koalisi, jumlah pejabat yang terus bertambah, pergantian logo dan papan nama lembaga yang tak berfaedah, serta gaya hidup mewah pejabat beserta keluarga dan kroninya.
Contoh paling baru: Kantor Komunikasi Presiden (PCO) baru saja melantik 50 pejabat dan staf.
Bagi saya, ini jelas berlebihan dan hanya memboroskan anggaran. Sepuluh orang saja sudah lebih dari cukup, toh presidennya hanya satu—kecuali ada pihak lain yang masih merasa presiden. Lagi pula, pekerjaan mereka nantinya juga akan disubkontrakkan ke vendor, bukan?
Jadi, apa poin tulisan ini?
(1) Menkeu yang katanya terbaik di dunia seharusnya meminta maaf kepada masyarakat atas pernyataan anak buahnya yang ngawur dan menghina akal sehat dengan dalih bansos dan subsidi.
(2) Jangan ada kenaikan PPN sebelum pemerintah memangkas biaya untuk pejabat dan pegawai serta benar-benar memberantas korupsi di lingkaran mereka sendiri!
Sesederhana itu.
Salam.
0 Comments:
Posting Komentar