Sang penulis, yang saat itu wartawan harian Asia Raya, lalu koran Merdeka, merekam kejadian penting di bulan-bulan pertama setelah Proklamasi. Termasuk beberapa kejadian yang tidak sempat dilaporkan di korannya dulu. "Sensor Jepang saat itu sangat ketat," kata Rosihan.
Kejadian pada kurun 1945-1946 itu dimulai dengan keadaan Jakarta sehari setelah Proklamasi dibacakan. Kala itu Jakarta gelap-gulita karena ada ketentuan kusyuu keiho atau pemadaman lampu. Kabar kekalahan Jepang dari Sekutu tak tersiarkan, demikian pula berita Proklamasi yang baru saja dibacakan duet Soekarno-Hatta.
Buku ini juga bercerita tentang rencana rapat raksasa di Lapangan Ikada, yang sekarang menjadi Lapangan Banteng, sebagai unjuk kekuatan bahwa Indonesia benar-benar telah merdeka dan memiliki pemerintahan berdaulat. Ada pula kisah bentrokan pemuda dengan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), yang mempersenjatai bekas serdadu Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) dan menteror rakyat. Termasuk kisah Maklumat 1 November 1945 yang menyerukan pendirian partai-partai politik.
Berikutnya, Rosihan mereportasekan lawatan Soekarno, Hatta, dan Sjahrir keliling Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk memperkenalkan diri kepada rakyat. Kunjungan itu juga digunakan Soekarno untuk memperkenalkan kondisi Indonesia kepada sejumlah wartawan asing.
"Buku ini berisi reportase yang baik dan sangat hidup," ujar Budiman. Selain menambah pengetahuan, buku ini diharapkan membangkitkan rasa kebangsaan bagi pembacanya.
(96) Kisah-kisah Jakarta
Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta (1977)
0 Comments:
Posting Komentar