MARI MELIHAT PERSOALAN POLITIK MELALUI SUDUT PANDANG YANG BERBEDA
Penulis : Andi Salim
Sering diantara kita berselisih paham dengan orang lain, terutama melalui debat kusir dimana masing-masing pihak yang terlibat tidak ingin saling mendengar dan justru meninggikan volume suaranya untuk mendominasi lawan atau pun konstituen lain yang menjadi pemirsanya. Diskusi memang hal menyenangkan bagi siapapun yang antusias ingin mendapatkan kualitas informasi dan posisi faktual yang terjadi. Sebab bagaimana pun, Salah satu tujuan diadakannya debat adalah untuk memperoleh sudut pandang baru yang dapat diterima oleh para pihak yang terlibat didalamnya. Walau telah berusia lanjut, terbukti banyak dari mereka yang gemar mengikuti diskusi, baik sebagai pelaku mau pun sekedar menjadi penonton / pendengar saja.
Siapa yang tidak ingin menjadi petarung debat yang nyaris mengetahui segalanya. Bahkan tak jarang dari mereka yang menggemari aktifitas yang satu ini rela menyerap informasi apapun, termasuk menghapal dalil-dalil guna memperkuat pendapatnya sehingga terkesan komprehensif dan berkualitas. Ada banyak figur-figur sebagai contoh yang terlihat tangguh dalam menyampaikan pendapatnya khususnya tentang pandangan dan wawasan dirinya mengenai sesuatu hal. Bahkan ada diantara mereka yang begitu terkesan sempurna dari bidang yang digelutinya. Namun semboyan diatas langit masih ada langit menjadi ukuran penilaian semua itu, bahwa tidak semua orang akan mampu menguasai sesuatu hal hingga tidak memiliki lawan yang seimbang guna menandinginya.
Namun anehnya, kadar intelligence Quotient berdasarkan laporan World Population Review 2024, merilis bahwa rata-rata IQ orang Indonesia adalah 78,49. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-129 dari 197 negara yang diuji. Rata-rata IQ orang Indonesia juga jauh di bawah rata-rata IQ penduduk dunia, yaitu antara 85 hingga 115. Sekalipun data ini seolah-olah mengecilkan kemampuan bangsa Indonesia, toh nyatanya persoalan politik baik dipanggung lokal maupun internasional, figur para tokohnya sering menjadi penentu di forum-forum tertentu, bahkan banyak yang mengejutkan para pemimpin dunia pula. Sebab sepak terjang dari setiap tokohnya bukanlah sekedar datang sebagai pecundang, melainkan banyak diantara mereka yang berprestasi hingga mengundang decak kagum pihak manapun.
Perkara kemandirian sikap tokoh-tokoh bangsa ini bukan perkara baru yang sering diangkat ke publik. Pihak penjajah seperti Belanda dan Jepang sekalipun pernah merasakan sengitnya dialog serta perdebatan delegasi bangsa ini dalam berargumentasi untuk mempertahankan prinsip-prinsip pokok serta ideologi negara yang dengan teguh mereka pertahankan. Bahkan tak jarang diantara mereka banyak pula yang rela berkorban sekaligus memasung hasrat pribadinya demi mendapatkan posisi politik Indonesia Dimata internasional. Hingga dari sikapnya itu tentu saja mendatangkan lawan yang secara personal mendapatkan kondisi yang kurang menyenangkan bagi mitra negara lain yang dianggap terlalu menekan dan sulit diajak kompromi.
Persoalan kepiawaian dalam mengkemas politik lokal pun bukanlah perkara baru terjadi terjadi di setiap babak perubahan corak kepemimpinan bangsa ini. Karakteristik tradisi dan budaya indonesia yang kompleks menjadikan generasi indonesia memiliki kematangan politiknya yang luar biasa hingga mampu menggapai akselerasi pada situasi kemajuan dunia yang up to date. Jika selama ini rivalitas partai peserta pemilu yang lolos ke Senayan lebih berfokus pada kekuatan legislatif dan eksekutif hingga terjadi tarik menarik dalam menjaga kepentingan politik mereka, namun setiap keputusannya tetap saja bisa di kompromikan meski pemerintah dan oposisi sering berbeda pandangan serta tak jarang pula sandungan kerikil yang menghadang harus sama-sama mereka singkirkan.
Kebutuhan untuk mendapatkan figur seorang politisi yang mampu menjembatani berbagai persoalan memang terlihat langka dan masih jarang ditemui. Hadirnya seseorang yang multi talenta serta berkepribadian layaknya seorang negarawan yang memiliki kepedulian, loyalitas terhadap bangsa dan negara, arif dan bijaksana, bersikap adil, memahami seluk beluk pemerintahan seutuhnya serta tidak tercela atau tersandung kasus-kasus tercela termasuk perbuatan korupsi yang menjijikkan, tentu menjadi dambaan banyak pihak. Sebab tak sedikit dari kalangan penguasa saat ini yang terkesan tidak negarawan serta bersikap tidak netral pula dalam berbagai keputusannya. Bahkan para penguasa itu pun disinyalir menggunakan kekuasaannya untuk menyeret oknum lembaga negara lain yang bersifat independen guna memuluskan langkah politik kekuasaan yang diharapkannya.
Proses jalannya demokrasi tak lagi dilakukan secara fair play sebab hampir bisa dipastikan jika semua peserta partai politik yang mengikuti pemilu melakukan money politik yang berbungkus uang transport dan biaya penggantian uang lelah disetiap tingkatan, baik pilkada atau pemilihan legislatif yang berjenjang di kabupaten / kota maupun provinsi bahkan nasional. Cara semacam ini sudah seperti transaksi perdagangan dalam sistem ekonomi yang memberlakukan mata uang sebagai nilai tukar jika seseorang ingin mendapatkan apa yang di inginkan baik berupa barang atau jasa dari pihak lain. Maka, sistem politik yang diterapkan pun hampir sama berlakunya untuk menjadi alat tukar kepentingan melalui transaksi politik yang marak sekarang ini.
Dalam arti luas, politik adalah suatu aktivitas yang di gunakan masyarakat untuk menegakkan peraturan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Dimana cara mencapai tujuan itu disebut sebagai langkah politik. Ilmu politik bertujuan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memelihara perdamaian dunia. Namun kita acapkali lupa, bahwa tradisi dan budaya pun menjadi nilai penting untuk dipertahankan bahkan jika perlu dipertukarkan dalam aktifitas kehidupan suatu bangsa. Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat guna menentukan sikap dan tingkah laku seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dalam menjalankan hidupnya.
Jika selama ini, para pelaku politik sering membagikan atribut keagamaan yang mereka lakukan disetiap ajang kampanye pemilihan, meski hal ini dipertentangkan dari aturan pemilu. Terutama oleh mereka yang berbasis partai Islam yang tentu saja bertujuan meraup suara dari mayoritas muslim disekitar lingkungannya. Toh faktanya tidak semua umat Islam memiliki keinginan yang sama dari cara mereka menggemari busana. Artinya, banyak diantara umat Islam pun menyukai atribut budaya serta menginginkan atribut-atribut tersebut untuk dikenakan dalam kehidupan kesehariannya. Apalagi hal ini semestinya menjadi celah bagi partai-partai nasional untuk menaikkan pamor budaya yang kembali digemari masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pada kenyataannya, masyarakat tidak sepenuhnya tunduk kepada dalil-dalil keagamaan. Bahkan tak sedikit pula dari mereka yang menjadi fanatik terhadap ideologi bangsa ini. Bagaimana pun, hubungan Pancasila dan agama adalah hubungan yang saling membutuhkan, dimana agama memberikan peningkatan moral bangsa dimana Pancasila yang menjamin kehidupan beragama agar dapat berlangsung dengan nyaman, tentram dan damai. Sedangkan Pancasila sebagai manifestasi dari kebudayaan yang melahirkan persepsi positif, nilai-nilainya pun berkembang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu, budaya merupakan embrio lahirnya Pancasila seutuhnya. Inilah gambaran kehidupan bangsa Indonesia sekarang ini.
Salam Toleransi:
Andi Salim
0 Comments:
Posting Komentar